Author: | Jadi S. Lima | ISBN: | 1230000231148 |
Publisher: | J.S. Lima | Publication: | April 6, 2014 |
Imprint: | Language: | English |
Author: | Jadi S. Lima |
ISBN: | 1230000231148 |
Publisher: | J.S. Lima |
Publication: | April 6, 2014 |
Imprint: | |
Language: | English |
Imperatif untuk saling mengasihi begitu sederhananya, tidak ada orang yang kesulitan untuk mengerti apa yang dituntut daripadanya. Siapapun dapat melakukannya, asalkan ada kemauan. Mungkin di sinilah masalahnya: Bagaimanakah kita dapat membangkitkan kemauan dan kegigihan yang diperlukan untuk saling mengasihi kala kemauan itu tidak ada? Kala tiada keinginan dan komitmen untuk melakukan yang seharusnya dilakukan, adalah lebih mudah untuk mengatakan bahwa seseorang seharusnya melakukan ini atau itu, bahwa begini atau begitu tidaklah patut untuk terjadi, daripada mengambil tanggung-jawab untuk sungguh-sungguh mewujudkannya. Jauh di dalam hati banyak orang, kita menyadari bahwa hal-hal tertentu seharusnya terjadi dan kita turut bertanggung-jawab atas belum terjadinya hal-hal yang baik dan terus berlangsungnya hal-hal buruk di sekitar kita. Tentu saja, hal-hal buruk yang menghalangi kita untuk mengasihi tidak lepas dari andil kita sendiri, baik secara pribadi maupun kelompok. Keburukan-keburukan yang terjadi dalam dunia merupakan refleksi dari sisi-sisi kelam jiwa kita sendiri. Walaupun ini terdengar buruk, saya kira ada juga sisi baiknya, yaitu: apa yang merupakan 'salah kita sendiri' berarti masih berada di dalam lingkaran pengaruh kita. Jika suatu keburukan merupakan tanggung jawab kita, berarti masih ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk mengubahnya. Jika kita bukanlah melulu korban dari suatu keadaan, maka keadaannya tidaklah sepenuhnya hopeless – itu sebabnya kita bisa untuk tidak sekedar menjadi apatis dan pasif.
Menjadi manusia mengandung suatu panggilan mulia untuk menghidupi keberadaan yang penuh gairah kehidupan dan keindahan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain dan seisi alam semesta. Menjawab panggilan ini sama sekali tidak mudah. Beratnya perjuangan kita untuk menghidupi hidup yang mulia seringkali diakibatkan kebodohan dan kelemahan kita sendiri, tetapi syukur kepada Allah, kita tidak ditinggalkan-Nya sendirian menghadapi tantangan-tantangan berat yang menghalangi kita untuk menyinarkan kecemerlangan kemanusiaan yang kita saksikan nyata-nyata dapat kita lakukan di hari-hari terbaik kita. Melalui tujuh meditasi dalam buku ini saya mengajak para pembaca untuk bersama-sama merenungkan bagaimana sabda-sabda kasih dalam Alkitab dan tulisan-tulisan orang-orang percaya dalam jaman-jaman berikutnya dapat menjadi sumber kekuatan bagi kita. Perintah dan ajaran Yesus untuk saling mengasihi bukan hanya merupakan suatu perintah atau anjuran baik untuk kita lakukan, tetapi juga merupakan suatu Kabar Baik, suatu undangan untuk masuk dalam Sukacita yang membuat hidup kita penuh dan utuh. Tujuh meditasi teologis-filosofis itu diambil dari sabda-sabda mengenai kasih di dalam Injil Matius, Yohanes, surat-surat Paulus dan berbagai perspektif yang didapatkan dari interaksi dengan karya-karya st. Augustinus dari Hippo dan para penulis yang lain. Dalam tujuh meditasi tersebut kita akan melihat bagaimana jalan kasih merupakan suatu terobosan bagi kebuntuan relasi dan kemandegan hidup. Tindakan kasih ini dibuat menjadi mungkin oleh datangnya suatu era yang baru yang menjadi buah dari tindakan yang telah Allah lakukan di dalam Yesus dari Nazaret. Perintah Yesus untuk saling mengasihi adalah suatu undangan untuk berbagian di dalam kedatangan masa bahagia yang didambakan setiap insan yang bernafas melalui cara-cara hidup dan bersikap yang mencerminkan perayaan kemenangan kehidupan atas kematian, kebaikan atas kejahatan, dan sisi-sisi terang dari kemanusiaan atas sisi-sisi gelap dan buruknya.
Imperatif untuk saling mengasihi begitu sederhananya, tidak ada orang yang kesulitan untuk mengerti apa yang dituntut daripadanya. Siapapun dapat melakukannya, asalkan ada kemauan. Mungkin di sinilah masalahnya: Bagaimanakah kita dapat membangkitkan kemauan dan kegigihan yang diperlukan untuk saling mengasihi kala kemauan itu tidak ada? Kala tiada keinginan dan komitmen untuk melakukan yang seharusnya dilakukan, adalah lebih mudah untuk mengatakan bahwa seseorang seharusnya melakukan ini atau itu, bahwa begini atau begitu tidaklah patut untuk terjadi, daripada mengambil tanggung-jawab untuk sungguh-sungguh mewujudkannya. Jauh di dalam hati banyak orang, kita menyadari bahwa hal-hal tertentu seharusnya terjadi dan kita turut bertanggung-jawab atas belum terjadinya hal-hal yang baik dan terus berlangsungnya hal-hal buruk di sekitar kita. Tentu saja, hal-hal buruk yang menghalangi kita untuk mengasihi tidak lepas dari andil kita sendiri, baik secara pribadi maupun kelompok. Keburukan-keburukan yang terjadi dalam dunia merupakan refleksi dari sisi-sisi kelam jiwa kita sendiri. Walaupun ini terdengar buruk, saya kira ada juga sisi baiknya, yaitu: apa yang merupakan 'salah kita sendiri' berarti masih berada di dalam lingkaran pengaruh kita. Jika suatu keburukan merupakan tanggung jawab kita, berarti masih ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk mengubahnya. Jika kita bukanlah melulu korban dari suatu keadaan, maka keadaannya tidaklah sepenuhnya hopeless – itu sebabnya kita bisa untuk tidak sekedar menjadi apatis dan pasif.
Menjadi manusia mengandung suatu panggilan mulia untuk menghidupi keberadaan yang penuh gairah kehidupan dan keindahan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain dan seisi alam semesta. Menjawab panggilan ini sama sekali tidak mudah. Beratnya perjuangan kita untuk menghidupi hidup yang mulia seringkali diakibatkan kebodohan dan kelemahan kita sendiri, tetapi syukur kepada Allah, kita tidak ditinggalkan-Nya sendirian menghadapi tantangan-tantangan berat yang menghalangi kita untuk menyinarkan kecemerlangan kemanusiaan yang kita saksikan nyata-nyata dapat kita lakukan di hari-hari terbaik kita. Melalui tujuh meditasi dalam buku ini saya mengajak para pembaca untuk bersama-sama merenungkan bagaimana sabda-sabda kasih dalam Alkitab dan tulisan-tulisan orang-orang percaya dalam jaman-jaman berikutnya dapat menjadi sumber kekuatan bagi kita. Perintah dan ajaran Yesus untuk saling mengasihi bukan hanya merupakan suatu perintah atau anjuran baik untuk kita lakukan, tetapi juga merupakan suatu Kabar Baik, suatu undangan untuk masuk dalam Sukacita yang membuat hidup kita penuh dan utuh. Tujuh meditasi teologis-filosofis itu diambil dari sabda-sabda mengenai kasih di dalam Injil Matius, Yohanes, surat-surat Paulus dan berbagai perspektif yang didapatkan dari interaksi dengan karya-karya st. Augustinus dari Hippo dan para penulis yang lain. Dalam tujuh meditasi tersebut kita akan melihat bagaimana jalan kasih merupakan suatu terobosan bagi kebuntuan relasi dan kemandegan hidup. Tindakan kasih ini dibuat menjadi mungkin oleh datangnya suatu era yang baru yang menjadi buah dari tindakan yang telah Allah lakukan di dalam Yesus dari Nazaret. Perintah Yesus untuk saling mengasihi adalah suatu undangan untuk berbagian di dalam kedatangan masa bahagia yang didambakan setiap insan yang bernafas melalui cara-cara hidup dan bersikap yang mencerminkan perayaan kemenangan kehidupan atas kematian, kebaikan atas kejahatan, dan sisi-sisi terang dari kemanusiaan atas sisi-sisi gelap dan buruknya.